Jadi, Salah Siapa? Musisi Nolak Sponsor dari Freeport
Kalau ditanya, “salah siapa kalau musisi nolak sponsor dari Freeport?” jawabannya nggak bisa hitam putih. Freeport punya perannya sendiri sebagai perusahaan tambang, dengan segala kontroversinya. Sementara musisi juga punya hak penuh untuk milih siapa yang boleh berdiri di belakang panggung mereka.
Freeport Itu Siapa, Sih?
Buat yang belum terlalu familiar, Freeport adalah perusahaan tambang raksasa yang beroperasi di Papua sejak akhir tahun 1960-an. Mereka mengelola salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di dunia, tepatnya di kawasan Grasberg, Papua. Secara ekonomi, Freeport jelas punya pengaruh besar banget: nyumbang pajak, devisa, lapangan kerja, sampai jadi salah satu pilar industri tambang Indonesia.
Tapi di balik itu, Freeport juga nggak pernah lepas dari kontroversi. Mulai dari isu lingkungan karena limbah tambang yang dibuang ke sungai, sampai konflik sosial di Papua soal lahan dan ketidakadilan ekonomi. Ditambah lagi ada sorotan soal pelanggaran HAM yang kadang menyeret nama perusahaan ini. Jadi, di satu sisi Freeport punya kekuatan finansial besar, tapi di sisi lain citranya di mata publik sering dianggap “bermasalah”.
Kenapa ada Musisi Nolak Sponsor dari Freeport?
Kalau ngomongin dunia musik, sponsor itu udah kayak oksigen. Hampir semua konser besar bisa berdiri karena ada suntikan dana dari sponsor. Mulai dari brand minuman, operator seluler, sampai perusahaan besar yang namanya udah dikenal seantero negeri. Nah, salah satu perusahaan yang sering muncul dalam obrolan seputar sponsor adalah Freeport, raksasa tambang yang beroperasi di Papua.
Tapi, uniknya, nggak semua musisi seneng atau langsung mengiyakan kalau ada tawaran sponsor dari Freeport. Malah, ada yang terang-terangan nolak. Padahal duitnya jelas gede, fasilitas bisa lebih mewah, dan acaranya bisa lebih “wah”. Jadi, kenapa sih ada musisi yang ogah? Yuk, coba kita kulik bareng-bareng.
Duit itu Penting, tapi Bukan Segalanya
Pertama-tama, kita nggak bisa munafik: duit sponsor itu penting banget. Tanpa sponsor, bikin konser besar itu susahnya minta ampun. Bayangin aja biaya sound system, lighting, sewa venue, promosi, sampai tim kru yang jumlahnya bisa puluhan orang. Semua itu butuh biaya yang nggak sedikit.
Baca juga: 12 Tips Nonton Konser Biar Asyik dan Nyaman
Nah, dengan sponsor besar kayak Freeport, semua kebutuhan itu bisa langsung ketutup. Bahkan bisa lebih dari cukup. Tapi masalahnya, buat sebagian musisi, uang bukan satu-satunya hal yang mereka pikirin. Ada nilai, ada prinsip, ada citra yang mereka bangun bertahun-tahun. Kalau semua itu jadi rusak gara-gara nerima satu sponsor, ya rasanya nggak sebanding.
Lingkungan Jadi Sorotan Utama
Sekarang kita masuk ke isu yang paling sering disebut: lingkungan. Nama Freeport sering dikaitkan sama kerusakan alam, terutama di Papua. Ada laporan soal limbah tambang yang ngalir ke sungai, ada cerita hutan yang rusak karena aktivitas tambang.
Nah, coba bayangin ada musisi yang terkenal dengan lagu-lagu tentang alam, tentang “save the earth”, atau tentang hidup selaras dengan lingkungan. Kalau mereka nerima sponsor dari Freeport, kira-kira gimana reaksi publik? Pasti ada yang bilang, “Lho, kok bisa? Bukannya mereka peduli alam?” Kontradiksi kayak gini bisa bikin kredibilitas musisi runtuh dalam sekejap.
Isu Sosial yang Nggak Bisa Diabaikan
Selain lingkungan, ada juga cerita tentang dampak sosial. Kehadiran tambang besar di Papua sering dikaitkan dengan konflik lahan, ketidakadilan ekonomi, sampai isu hak asasi manusia. Walaupun fakta detailnya bisa jadi diperdebatkan, yang jelas, citra ini udah nempel di mata publik.
Musisi, apalagi yang punya basis fans kritis, biasanya sensitif soal isu-isu kayak gini. Mereka nggak mau kalau akhirnya dianggap berdiri di sisi perusahaan yang lagi menuai kritik. Apalagi kalau mereka sering vokal soal keadilan sosial. Bisa-bisa publik bilang, “Ah, omongan lo soal keadilan cuma gimmick doang.”
Citra Itu Harga Mati
Sponsor itu nggak berhenti di urusan duit. Nama sponsor bakal nempel terus di image musisi. Bisa lewat backdrop panggung, bisa lewat logo di tiket, atau bahkan lewat narasi media. Nah, kalau sponsornya punya reputasi yang dianggap “seret” di mata publik, otomatis image musisi juga bisa kebawa.
Buat seniman, citra atau image itu mahal banget. Mereka bangun reputasi bertahun-tahun, lewat karya, lewat sikap, lewat interaksi dengan fans. Semua itu bisa runtuh dalam sekejap kalau mereka salah pilih sponsor. Jadi wajar kalau ada musisi yang lebih milih nolak daripada ambil risiko.
Kebebasan Berekspresi Bisa Terbatas
Ada hal lain yang sering luput: kebebasan berekspresi. Ketika musisi udah nerima sponsor besar, biasanya ada aturan tak tertulis. Mereka jadi harus jaga ucapan, nggak bisa sembarangan angkat isu, atau bahkan harus menahan diri kalau mau mengkritik sesuatu yang terkait sponsor.
Nah, buat musisi yang terbiasa vokal, ini jelas jadi masalah. Bayangin ada musisi indie yang biasanya lantang ngomong soal isu lingkungan atau sosial. Begitu mereka disponsorin Freeport, otomatis mereka jadi serba salah. Mau ngomong terus, takut dicap nggak tahu diri. Mau diem aja, malah kehilangan identitas.
Integritas Nggak Bisa Dibeli
Ujung-ujungnya, keputusan nolak sponsor itu soal integritas. Banyak musisi yang lebih milih kerja lebih keras, cari sponsor alternatif, atau bahkan biayain sendiri pertunjukan mereka. Berat? Jelas. Tapi buat mereka, lebih baik jalan pelan tapi konsisten daripada lari kencang tapi harus mengorbankan prinsip.
Integritas ini yang bikin fans jadi respek. Mereka ngelihat musisi bukan cuma sebagai penghibur, tapi juga sebagai sosok yang punya pendirian. Dan di era sekarang, ketika publik makin kritis, integritas sering kali jauh lebih bernilai daripada sekadar panggung megah.
Jadi sahabat penalis, keputusan nolak sponsor bukan berarti musisi “nggak butuh uang”. Tapi lebih ke soal pilihan hidup.Apakah mereka mau berdiri di panggung dengan rasa tenang, atau berdiri dengan beban citra yang bikin resah.
Pada akhirnya, musik bukan cuma soal nada dan lirik. Musik juga soal pesan, soal sikap, soal integritas. Dan buat sebagian musisi, menjaga semua itu jauh lebih penting daripada logo besar di backdrop panggung. Jadi kalau ada yang bertanya kenapa musisi ogah disponsorin Freeport, jawabannya sederhana: karena mereka lebih milih jujur sama hati, daripada nyaman sama amplop tebal.
Ditulis oleh: Jaxson Denrophile