Kami berkumpul di RS UKI Cawang pada pukul 20.00 WIB. Malam itu, suasana penuh semangat meski langit Jakarta sudah gelap. Setelah semua anggota tim tiba, perjalanan menuju basecamp di Candi Cetho pun dimulai. Dengan menggunakan Bus, “Yeah! The Real BUS” kapasaitan 55 orang. Kami meninggalkan hiruk-pikuk ibu kota dan melaju ke arah Karanganyar, Jawa Tengah. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 8-9 jam, tergantung kondisi lalu lintas.

cerita pendakian gunung lawu

Entah mengapa perjalanan terasa sangat panjang untung ada Choco Ball, sekitar pukul 09.00 WIB, kami tiba Terminal Ngargoyoso untuk kemudian naik mobil engkel pasir menuju Bascamp Candi Cetho. Begitu keluar dari mobl engkel, udara dingin pegunungan langsung menyergap. Beda banget dengan udara Jakarta yang masih terasa hangat.

Kami langsung menuju basecamp yang ada di dekat candi. Setelah mengurus administrasi dan mengecek kembali perlengkapan, kami duduk sebentar untuk sarapan yang kesiangan. Sarapan pagi yang kesiangan itu sederhana, cuma nasi bungkus dan teh hangat, tapi rasanya nikmat banget karena kebetulan saya dapat gratis makan bareng sama teman sependakian yang baik hati mau nawarin makan, padahal baru kenal.

Menyusuri Candi Kethek dan Jalur Bertangga

Masuk ke momen pendakian, sebelum benar-benar masuk ke jalur utama, kami mengambil jalan menuju Candi Kethek, sebuah candi yang unik dan tersembunyi di tengah hutan. Candi ini sering dianggap sebagai tempat yang memiliki aura mistis, dengan struktur bertingkat yang menyerupai candi-candi di era Majapahit.

candi kethek gunung lawu

Dari Candi Kethek, jalur yang kami lalui berubah menjadi jalur bertangga batu yang cukup panjang. Jalur ini merupakan bagian dari kompleks candi yang memang dirancang dengan tangga yang berundak-undak. Mendaki tangga-tangga ini membutuhkan tenaga ekstra dan diwajibkan menggunakan kain yang disediakan pengurus Candi, Di beberapa bagian, tangga ini terbuat dari batu alam yang tertata rapi, memberikan nuansa klasik yang menambah pengalaman spiritual sebelum masuk ke hutan yang lebih lebat.

Sapto Resi Jejak Para Pertapa

Setelah melewati jalur bertangga, kami tiba di sebuah area yang dikenal dengan nama Sapto Resi. Tempat ini adalah lokasi di mana, menurut cerita lokal, tujuh pertapa pernah melakukan semedi. Aura tenang dan damai di sini benar-benar terasa, seolah membawa kami kembali ke masa lalu. Kami sempat berhenti sejenak, merasakan keheningan dan kesejukan alam yang masih sangat alami.

sapto resi gunung lawu

Sapto Resi menjadi semacam persimpangan spiritual sebelum kami melanjutkan perjalanan menuju pos pertama. Di sini, kami juga sempat mengambil foto dan bercengkrama, mengingat bahwa perjalanan selanjutnya akan semakin menantang.

Gupakan Menjangan

Setelah meninggalkan Sapto Resi, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 1, Gupakan Menjangan. Medan yang kami tempuh masih didominasi oleh hutan pinus, dengan jalur yang mulai menanjak. Tanjakan ini cukup panjang, tapi suasana hutan yang tenang membuat langkah kami terasa ringan.

Setelah sekitar satu jam mendaki, kami tiba di Gupakan Menjangan. Pos ini adalah tempat istirahat yang ideal, dengan area yang cukup luas dan suasana yang tenang. Kami duduk di atas bebatuan besar, meneguk air, dan menikmati cemilan Choco ball.

Menuju Watu Jago

Perjalanan menuju Pos 2, Watu Jago, mulai menampakkan tantangan yang sesungguhnya. Jalur yang kami lalui semakin curam dan berbatu, menuntut lebih banyak energi dan konsentrasi

Watu Jago adalah pos yang sangat khas dengan batu besar yang menyerupai jago (ayam jantan). Di sini, pemandangan mulai terbuka lebih luas, dan kami bisa melihat hamparan lembah serta pegunungan di kejauhan. Kami berhenti sejenak, mengambil foto sebagai kenang-kenangan, dan menikmati momen istirahat ini sebelum melanjutkan perjalanan.

Perjuangan Sesungguhnya Menuju Cemoro Dowo

Setelah cukup beristirahat di Watu Jago, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 3, Cemoro Dowo. Medan yang semakin menantang dengan jalur berbatu dan curam. Saat tiba di Cemoro Dowo, melihat langit yang mulai berubah warna, tanda senja semakin mendekat, kami memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam di Pos 3, Cemoro Dowo.

Camping di Cemoro Dowo memberi kami kesempatan untuk menikmati malam di ketinggian dengan suasana yang damai dan tenang. Kami memasak makan malam sederhana, dan berbagi cerita di bawah langit malam yang penuh bintang. Di dalam tenda, kami berbagi cerita dan bercanda, menikmati momen kebersamaan yang hangat. Menutup malam, kami tidur dengan perasaan puas, bersiap untuk melanjutkan pendakian ke puncak keesokan paginya.

Summit Attack

Pukul 02.00 pagi,  kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Lawu, Hargo Dumilah, yang berada di ketinggian 3.265 meter. Kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 4, Bulak Peperangan. Jalur ini sedikit lebih datar dibanding sebelumnya, namun sangat berdebu dan angin yang semakin kencang dan suhu malam yang dingin menambah tantangan tersendiri. Di pos ini, kami disambut oleh suasana yang agak berbeda. Menurut legenda, Bulak Peperangan adalah tempat pertempuran di masa lalu, dan aura mistisnya masih terasa hingga sekarang.

Melewati Sabana yang Menakjubkan

Akhirnya kami sampai di Pos 4 dengan semangat Choco Ball. Lalu setelah berjalan beberapa jam dari pos 4, kami tiba di sebuah sabana yang luas dan menakjubkan. Padang rumput hijau membentang sejauh mata memandang, dengan latar belakang pegunungan yang menjulang tinggi. Suasana di sini sangat damai dan tenang, membuat kami sejenak lupa akan lelahnya perjalanan. Di sabana ini, kami beristirahat sejenak, mengambil foto, dan menikmati keindahan alam dan sunrise yang menakjubkan.

sabana gunung lawu
padang sabana gunung lawu

Warung Mbok Yem

Setelah melanjutkan perjalanan sambil bikin konten yang banyak banget , akhirnya kami tiba di Warung Mbok Yem. Warung ini terkenal di kalangan pendaki Gunung Lawu sebagai tempat istirahat dan mengisi tenaga sebelum mencapai puncak. Menikmati semangkuk soto Ayam dan nasi Pecel hangat di tengah udara dingin pegunungan adalah kenikmatan tersendiri. Di sini, kami juga bisa beristirahat sejenak, mengumpulkan energi untuk perjalanan menuju puncak. Suasana warung yang sederhana namun hangat dengan keramahan Mbok Yem membuat kami merasa seperti di rumah sendiri.

Momen yang Dinanti Puncak Hargo Dumilah

Akhirnya, setelah melewati berbagai tantangan dan rintangan, kami tiba di puncak Gunung Lawu, Hargo Dumilah, dengan ketinggian 3.265 meter. Pemandangan dari puncak ini sungguh menakjubkan, bahkan lebih indah dari yang kami bayangkan. Langit biru yang cerah, awan putih yang menggulung-gulung, serta gunung-gunung lain yang tampak di kejauhan, semua menyatu dalam harmoni yang sempurna.

pendakian gunung lawu via ceto
puncak gunung lawu

Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho adalah sebuah petualangan yang lebih dari sekadar menaklukkan ketinggian. Setiap bagian dari perjalanan, mulai dari Candi Kethek hingga camping di Pos 3, melewati savana, dan istirahat di Warung Mbok Yem, memberikan pengalaman yang kaya akan makna dan keindahan alam. Perjalanan ini menjadi momen untuk menyatu dengan alam, merenung, dan merayakan kebersamaan.

Ditulis oleh: Jaxson Denrophile

Shares: